Thailand dan Langit Orange (Part 1)
Aku
melewati jalan aspal sangat berkilau, semacam kita memakai masker putih telur.
Beton-beton kokoh berdiri dan gedung-gedung menjulang tinggi. Kumengadah,
skytrain telah merontokan debu kecil menimpa pundakku. Menuruni eskalator, MRT
yang dirancang unik beda dengan negara-negara lainnya. Sepanjang jalan kota kulihat
paha-paha putih dan menawan berjalan, bola mata yang kecil, huruf semacam
aksara jawa dimana-mana dan suara membuatku melotot menahan tawa. Memasuki
fasilitas umum, dan ...(terdapat tiga jenis kamar mandi) ups. Tidak hanya itu,
jajanan pasar yang mengundang lidah untuk mengicipi, dan selalu asam. Heahh!! Tidak
lupa, aku melihat si daging penghuni cacing pita – hehe – hampir disemua tempat
menjual. Adakah ayam?
Bangkok, Thailand.
Setiba di Hostel, aku disambut dengan cara yang unik.
Anjing menggonggongiku. “Guk guk guk”, menyalak kearahku. Si hitam genit, mungil,
buas juga. Sejak itu ia terus menggonggongiku dengan ramah. Aku terima kunci
hostel kamar nomor 43, ranjang bawah. Asik. Tubuhku akan baring setelah
perjalanan yang cukup melelahkan. Sayangnya selimut mentawai kesayanganku tidak
terbawa. Keindahan tak terhitung apabila diranjangku ada (dia). Hari pertamaku,
kuhabiskan diranjang. Haha. Kemudian terbangun saat senja dengan rambut yang
begitu indah, benang ruwet.
Aku berjalan ke dapur dan duduk di sofa lembut yang ada
dipojok ruang makan. Selonjoran sambil membaca, hmm ini merupakan tugas mulia. Sekelilingku
banyak turis yang sedang asik dengan birnya masing-masing, tertawa
terbahak-bahak seperti merasakan surganya hidup. Oia, ternyata banyak dijual
bir diminimarket-minimarket sini. Umm, aku menelan lidah. Lalu aku tidak
sengaja aku menoleh keluar pintu, senja mencolok dibalik gedung. Memantulkan
sinar kesegala arah. Termasuk ke arahku, mataku. Indah sekali.
.....
Hari kedua, aku bersama anggota tim melakukan persiapan
untuk presentasi untuk keesokan harinya. Dosen pembimbing kami membuat
manajemen waktu yang sangat keren. Bukan hanya disebut Dosen, tetapi sudah
menjadi ibuku dalam tim. Persiapan demi persiapan mulai dari melatih
presentasi, dalam tenggang waktu yang ditentukan. Terlihat ada beberapa kendala
khususnya dalam berbahasa inggris, apalagi yang kami takutkan disaat juri
mengajukan pertanyaan kepada kami, namun kami tidak tahu artinya. Kan konyol.
Puji Tuhan, malam kedua adalah sebuah kelelahan yang melahirkan kegairahan baru
untuk pertempuran esok hari. Jejak ini kutemukan pada setiap niat dan doaku pada
SIC. Amin.
Sore hari, kembali aku menemukan matahari itu. Menemukan
kehangatan itu kembali. Menemukan sinar indah itu lagi. Merasakan nikmat-Nya
yang tak terukur. Senja datang, matahari sedang sibuk mengisi
ulang bahan bakarnya, redup. Oh lembayung senja. Mari kita lanjutkan cerita
kita.
Saya berhenti sebentar untuk menyesap kopi susu saya.
Baru kemudian melanjutkan perjalanan ini dan memperhatikan lekat-lekat.
Hari ketiga, saya memulai bersama lainnya. Berjuang untuk
semua yang telah mendukung dan mendoakan kami. Berusaha hingga tiada henti
mengucap syukur didalam gedung. Pekerjaan pertama yaitu usung-usung prototype
dari hostel menuju QSNCC. Hujan keringat dibaju kemeja putih kami. Apadayaku
yang sudah berdandan. Haha. Tak apalah, berjuang bersama memanglah indah
bukan(?) Lalu pekerjaan berikutnya ialah memasang booth, mendesain keren segila
mungkin. Tim dari negara tetangga tak kalah hebat, prototype-nya. Hihi. Tak apalah, namanya juga bersaing. Dan tiba
saatnya saya akan presentasi didepan juri dan seluruh peserta SIC sekaligus
penjurian (deg deg deg). Hari yang gila, gila imajinasi, hingga Juri berkata, “
you have good presentation”. Indonesia memang keren, kemudian kami kembali ke
booth hingga sore menjelang. Perjalanan ke Hostel, aku menemukan langit itu
kembali, orange. Aku tersenyum, Tuhan sedang berbisik, “Aku yang menuntunmu
sepanjang jalan”. Aku menduduk, menemukan tenang ada dalam diriku.
Hari keempat, aku tertimbun kata-kata. Pagi-pagi sudah diworkshopin. Memasuki meeting room 3, saya satu meja dengan
tim dari Hongkong dan Singapura. Adapun, tim dari Malaysia yang menyusul
dipertengahan workshop. Meja kami bernama Lion, jadi kami adalah Lion team. Mengalir. Rasanya bagaimana
cerita-cerita didalam ruangan asyik, belajar memperhatikan, belajar berbicara,
belajar mendapatkan passion kami, belajar memimpin yang pasti. Pengalaman
menemukan dan mendengarkan Hark Kwang adalah pengalaman perjalanan kedalam diri.
Kemudian usai workshop, kami kembali ke booth untuk menarik para visitor.
Aktivitas kami usai hingga sore menjelang. Masih sama, aku melihat langit itu
kembali, mulutku menganga. Aku
meluangkan waktu singkat yang langka ini untuk menikmatinya. Orange, hanya
salam yang kulontarkan melalui langit itu kepada bapak ibu dirumah.
“Bantulah
aku menemukan ujung dari kegelisahan ini, kegelisahan berbaur bahagia di negeri
orang”
Hari kelima, jadilah tenang. Hari ini pengumuman dan Putri
Thailand akan mengunjungi setiap booth. Saya tenang. Cukup tenang. Sedikit
panik. Tak apalah, namanya juga perlombaan. Hehe. Kemudian kami dipanggil
menuju meeting room 3, dan mulailah
pengumuman perlombaan. Kulihat sorot tajam dari mata para peserta, dada yang
tegap bak hati yang yakin bahwa kata menang ada didepan mata. Ada tangan-tangan
yang bersimpul. Namun ada beberapa sangat datar-datar saja. Hmm. Kelanjutan
hari ini, membuat saya begitu gembira. Itu saja. Tuhan maha baik. Ada sukacita
besar, ketika Tim aku dipangigil. Penghargaan kami raih, semua karna campur
tangan-Nya. Tiba-tiba, air menetes di jas hitamku. Aku menangis?? Haha.
Setelah mendengarkan beberapa pengumuman, saatnya kami
pulang ke Hostel. Namun sayang, aku tak melihat langit itu, ia menghitam, dan
membasai jalanan. Aku
menengadah. Ada ingatan yang sedikit buram, ketika hujan mengguyurku. Ingatanku
tidak jelas, tak apalah. Aku bersyukur.
Hari keenam, horee
aku bangun siang. Terlintas dalam pikiran untuk menumpuk senyum banyak-banyak
sehabis bangun. Melemparkan kegenitan ke semua orang, dimana kebahagiaanku
dimana-mana. Penghargaan ini cukup membanggakan, namun ada yang lebih
kubanggakan yaitu Angga dan Irfan. Tanpa mereka, bagaimana nasib prototype
CHAT. Tentunya mereka adalah tempat paling liar dimuka bumi ini, saling meluapkan
semangat sesuka hati. Hari keenam juga kulakukan sesuka hati, sebelum siap-siap
tour ke beberapa universitas dan rumah sakit. Yeeyy!! Aku senyum senyum sendiri.
Haha, bodo amat.
“Saya siap Tuhan”, benakku. Hal pertama yang kami lakukan
adalah melanjutkan perjalanan ke Grand Mercure Hotel karna Bus sudah menunggu
dan bersiap untuk tour. Aku menemukan teman baru, yang sewaktu di booth kami
tidak saling menyapa. Aku sebut dia si botak, karna dia udah gendut botak lagi,
jail pulak. Lucu sih. Pernah memohon maaf sambil memelaskan mukanya, krn salah
panggil. “Hi, Mr ... ups!”. Kami pulang sangat cepat, dan tidak mendapati
langit itu saat perjalanan kembali ke Hostel.
Bersambung ....
Komentar
Posting Komentar