Hujan, apakah ia kembali?
Menulis membuatmu
sangat kuat dan tenang yang tertandingi. Hanya saja terkadang kamu tidak melakukannya
di titik-titik tertentu. Waktu terus mempersingkat gerak-gerikmu. Ia akan
menenggelamkanmu di masa-masa yang seharusnya bisa kamu lakukan untuk lebih
dari berimajinasi. Cobalah menulis agar kamu bisa mendengarkan diri kamu. Hmm.
Jadi, mari kembali ke buku harian.
................
Melihat
hujan. Melihat hal pada masa lampau. Ia. Ia adalah sesuatu yang kembali,
sesuatu yang tanpa sadar pernah kita lepas barangkali. Seandainya dalam jiwa
ini tak ada imoresi, mungkin aku dengan mudah menepis segalanya tentang kau dan
tak ada lagi malam-malam yang penuh dihalaman diariku.
Kembali.
Memaksa
sesuatu hal yang sudah lenyap termakan waktu dan harus bangkit ketika akal
sehat membangunkannya. Menertawakan sang air mata. Padahal air mata tidak suka dibercandain. Ada hal-hal yang
seharusnya tidak berada pada zona seperti ini. Aku meyakini hal tersebut sudah
terlelap. Jogja, kembali hujan. Semoga ada ketenangan-ketenangan. Melihat (dia)
dikerumunan hujan, sosok yang hadir dengan ketidakmasukakalan menyongsong
kembali. Aku sedang melihat dengan gamblang bagaimana hujan meraup habis segala
keindahan jalanan aspal. Namun yang kusuka dari hujan aku bisa melihat(nya). Walaupun
ditepis oleh waktu dalam sekejap. Barangkali hujan memang yang terbaik.
Berciuman dibawah hujan. Ia melebihi puisi manapun kataku.Ya begitulah yang
dimaksud kenangan? Ntahlah.
Digunakan
atau tidak, waktu adalah sungai yang tak dapat dihentikan. Waktu menjadi milik
kita saat kita mengisinya dengan cinta pada hidup. Perihal cinta hanyalah teman yang termakan
usia. Sabtu dan berpikir tentang hal-hal seperti kopi hitam dan
keinginan-keinginan untuk terus luas. Keinginan untuk kembali. Kembali mengidap
penyakit lama, merayakan masa lalu setiap malam dengan segelas kopi susu. Merayakan
cinta yang termakan usia. Setelah melihat hujan yang barangkali akan mengundang
pelangi, aku tengah menikmatinya ketika dijalan. Sesampainya dirumah, pulang
mendapati meja dengan sisa kopi susu tadi malam dan sepotong rindu. Adakah ia
yang menyebarkan aroma masa lalu? Semoga saja tidak. Imajinasiku terlalu
berlebihan, merosot jauh pada ketidakmasukakalan.
Terimakasih
hujan, aku merasa dingin. Sekarang aku sudah merasa hangat karna suhu tubuh
mulai tinggi. Tanganku mulai mengelupas karna sayatanmu (angin hujan), namun
aku menikmatinya. Aku merunduk dan mendapati pesan bahwa keluh kesah takkan
membuahkan hasil. Aku tahu itu.
Hujan
masih belum reda.
Komentar
Posting Komentar